Kurs Rupiah Indonesia Terus Anjlok ke 16.747 setelah Penerapan Tarif 32% untuk Indonesia di “Hari Pembebasan”

avatar
· 阅读量 12
  • Rupiah Indonesia masih terus anjlok, mencatatkan level terlemah baru di 16.747 meskipun Dolar AS merosot.
  • Tarif Trump berdampak pada ekonomi ASEAN, Indonesia dikenakan tarif sebesar 32%.
  • Tarif berpotensi menambah tekanan inflasi, membebani prospek ekonomi AS, berisiko menambah tantangan bagi The Fed.

Kurs Rupiah Indonesia (IDR) mencatatkan level terlemah yang baru di 16.747 melawan Dolar AS (USD), hampir mendekati level terlemah sepanjang masa di tahun 1998, di 16.950. Dolar AS melemah, seperti yang ditunjukkan oleh Indeks Dolar AS (DXY) yang anjlok ke 102,79 pada saat berita ini ditulis, karena para pedagang melarikan investasinya ke aset-aset safe haven lainnya seperti Emas, Yen dan Obligasi setelah pengumuman “Hari Pembebasan” di Rose Garden, Gedung Putih, dini hari tadi. Meski USD melemah, Rupiah tampaknya tidak mampu memanfaatkan kondisi tersebut.

Pada “Hari Pembebasan”, Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif sebesar 32% pada Indonesia. Negara ini berada dalam urutan ke delapan dari daftar 60 negara yang dikenai tarif tambahan akibat neraca dagangnya dengan AS yang tidak seimbang. Ekspor ke AS lebih besar dari impornya. Hal ini berpotensi mempengaruhi berbagai industri di Indonesia, terutama ekspor non-migas.

Tarif Trump bisa berdampak besar pada ekonomi negara-negara ASEAN. Jika tarif timbal balik sebesar 36% diterapkan tanpa ada balasan dari negara lain, ekspor ASEAN ke AS bisa anjlok hingga 73%. "Dampaknya cukup signifikan terhadap PDB kawasan di 2030, dengan Vietnam turun 8,9%, Thailand 4%, Malaysia 3,6%, dan Indonesia 1%," ujar Ekonom Bloomberg Economics, Tamara Mast Henderson dalam laporannya.

Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Celios, menyatakan tarif resiprokal AS yang mencapai 32 persen ini dapat menyebabkan resesi ekonomi di Indonesia pada kuartal IV 2025, seperti yang dilaporkan oleh Harian Kompas.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, pada Rabu malam mengingatkan mitra dagang bahwa pembalasan terhadap tarif baru yang diterapkan Gedung Putih hanya akan memicu eskalasi lebih lanjut. “Duduk dan terima saja, mari kita lihat bagaimana kelanjutannya. Jika Anda membalas, itu justru akan memicu eskalasi. Tapi jika tidak, tingkat tarif ini bisa jadi titik tertinggi.”

Analis Standard Chartered menyebutkan bahwa, ketidakpastian kebijakan perdagangan melonjak dalam beberapa bulan terakhir dan diprakirakan berlanjut setelah 2 April saat negara lain berusaha menegosiasikan kesepakatan dengan AS. Analisis SVAR menunjukkan dampak kecil dan sementara pada output serta IHK, tanpa efek signifikan pada suku bunga jangka pendek. Mata uang Meksiko dan Indonesia melemah, mengindikasikan faktor lain seperti kredibilitas bank sentral turut berperan.

Dalam kondisi ekonomi yang tidak pasti, Dolar AS seharusnya lebih diminati. Tapi sekarang, sulit menarik pembeli karena tarif Trump justru membebani prospek ekonomi AS. Selain itu, tarif ini bisa memicu tekanan inflasi jangka pendek, yang bisa membuat The Fed mempertahankan suku bunga di kisaran 4,25%-4,50% lebih lama lagi.

Sementara itu, data ADP untuk bulan Maret lebih kuat dari prakiraan. Melaporkan bahwa Perusahaan swasta AS menambah 155 ribu pekerja, jauh di atas estimasi 105 ribu dan revisi bulan sebelumnya dari 77 ribu ke 84 ribu.

Di sisi lain, data ISM Manufaktur yang dirilis Selasa mengungkap tren mengkhawatirkan: pertumbuhan ekonomi melambat, tetapi inflasi tetap meningkat. Biasanya, perlambatan ekonomi diikuti oleh penurunan inflasi, namun kali ini berbeda. Jika pola ini terus berlanjut, AS berisiko mengalami stagflasi, yang akan menyulitkan The Fed dalam menyeimbangkan mandat gandanya.

Fokus utama pasar global akan tetap tertuju pada perkembangan perdagangan dan tarif, namun untuk hari Kamis ini ada beberapa data yang juga akan dicermati. Data Klaim Tunjangan Pengangguran Awal Mingguan dan PMI Jasa ISM dan S&P Global akan dirilis di sesi Amerika, menjelang data NFP besok.

Pertanyaan Umum Seputar Tarif

Meskipun tarif dan pajak keduanya menghasilkan pendapatan pemerintah untuk mendanai barang dan jasa publik, keduanya memiliki beberapa perbedaan. Tarif dibayar di muka di pelabuhan masuk, sementara pajak dibayar pada saat pembelian. Pajak dikenakan pada wajib pajak individu dan perusahaan, sementara tarif dibayar oleh importir.

Ada dua pandangan di kalangan ekonom mengenai penggunaan tarif. Sementara beberapa berpendapat bahwa tarif diperlukan untuk melindungi industri domestik dan mengatasi ketidakseimbangan perdagangan, yang lain melihatnya sebagai alat yang merugikan yang dapat berpotensi mendorong harga lebih tinggi dalam jangka panjang dan menyebabkan perang dagang yang merusak dengan mendorong tarif balas-membalas.

Selama menjelang pemilihan presiden pada November 2024, Donald Trump menegaskan bahwa ia berniat menggunakan tarif untuk mendukung perekonomian AS dan produsen Amerika. Pada tahun 2024, Meksiko, Tiongkok, dan Kanada menyumbang 42% dari total impor AS. Dalam periode ini, Meksiko menonjol sebagai eksportir teratas dengan $466,6 miliar, menurut Biro Sensus AS. Oleh karena itu, Trump ingin fokus pada ketiga negara ini saat memberlakukan tarif. Ia juga berencana menggunakan pendapatan yang dihasilkan melalui tarif untuk menurunkan pajak penghasilan pribadi.


 

Bagikan: Pasokan berita

风险提示:以上内容仅代表作者或嘉宾的观点,不代表 FOLLOWME 的任何观点及立场,且不代表 FOLLOWME 同意其说法或描述,也不构成任何投资建议。对于访问者根据 FOLLOWME 社区提供的信息所做出的一切行为,除非另有明确的书面承诺文件,否则本社区不承担任何形式的责任。

FOLLOWME 交易社区网址: www.followme.ceo

喜欢的话,赞赏支持一下
avatar
回复 0

加载失败()

  • tradingContest